Binatang Khas Indonesia
33 Binatang Khas Seluruh Propinsi di Indonesia
33 BINATANG KHAS SELURUH PROPINSI DI INDONESIA
1. CEUMPALA KUNENG (Trichixos pyrropygus) KHAS NANGGROE ACEH
DARUSSALAM
Ceumpala Kuneng atau kucica ekor
kuning adalah seekor spesies burung dalam keluarga Muscicapidae. Burung ini dapat ditemukan di Brunei, Indonesia,Malaysia dan Thailand. Habitat alaminya yaitu di hutan dataran rendah
yang lembab dan rawa-rawa di daerah subtropis atau tropis. Burung ini merupakan
fauna daerah Acehyang
dikenal dengan nama cémpala kunèng dalam bahasa
Aceh. Saat ini burung ini
berstatus hampir terancam. Burung ini tersebar di Semenanjung Thailand, SemenanjungMalaya, Brunei dan Indonesia. Di Indonesia burung ini hanya ditemukan
di Sumateradan Kalimantan. Burung ini berukuran sedang (21 cm),
berekor panjang hitam dan jingga. Jantan menyerupai kucica
hutan tetapi ekornya
yang merah karat jauh lebih pendek, lebih banyak berwarna abu-abu gelap
daripada hitam, alis pendek putih dan tunggir merah karat. Betina lebih coklat
dan tidak punya alis putih. Burung remaja lebih coklat berbintik-bintik kuning
merah karat. Iris coklat; paruh hitam; kaki hitam.Kicauannya tidak semerdu
kucica hutan. Seri panjang terdiri dari siulan merdu, nada tunggal dan ganda,
“pi-uuu”, meningkat dan menurun bergantian secara tidak tetap. Burung yang
tidak umum dijumpai di kerimbunan hutan primer dan sekunder dataran rendah sampai
ketinggian 1200 m diatas permukaan laut. Lebih menyukai hutan lembab rimbun
termasuk hutan rawa.
Beo nias merupakan salah satu subspesies
(anak jenis) burung beo yang hanya terdapat (endemik) di pulau Nias, Sumatera
Utara. Beo nias yang mempunyai ukuran paling besar dibandingkan subspesies beo
lainnya paling populer dan banyak diminati oleh para penggemar burung beo
lantaran kepandaiannya dalam menirukan berbagai macam suara termasuk ucapan
manusia. Beo Nias ditetapkan sebagai fauna identitas provinsi Sumatera Utara. Subspesies beo
yang mempunyai nama latin Gracula religiosa robusta ini sering
disebut juga sebagai Ciong atau Tiong. Dalam
bahasa Inggris, burung endemik ini biasa disebut Common Hill Myna. Ciri
dan Tingkah Laku Beo Nias. Beo nias (Gracula religiosa robusta)
termasuk burung berukuran sedang dengan panjang tubuh sekitar 40 cm. Ukuran beo nias lebih besar dari pada
jenis beo lainnya. Bagian kepala burung beo nias berbulu pendek. Sepanjang
cuping telinga beo nias menyatu di belakang kepala yang bentuknya menggelambir
ke arah leher. Gelambir cuping telinga ini berwarna kuning mencolok. Di bagian
kepala beo nias juga terdapat sepasang pial yang berwarna kuning dan terdapat
di sisi kepala. Iris mata burung endemik ini berwarna coklat gelap. Paruhnya
runcing berwarna kuning agak oranye. Hampir seluruh badan beo nias tertutup
bulu yang berwarna hitam pekat, kecuali pada bagian sayap yang berbulu putih.
Kaki burung endemik nias ini berwarna kuning dengan jari-jari berjumlah empat.
Tiga jari di antaranya menghadap ke depan, sedangkan sisanya menghadap ke
belakang. Habitat dan Persebaran. Burung beo nias (Gracula
religiosa robusta) merupakan satwa endemik Sumatera Utara yang hanya bisa
dijumpai di Pulau Nias dan sekitarnya seperti Pulau Babi, Pulau Tuangku, Pulau
Simo dan Pulau Bangkaru.
Kuau Raja atau dalam nama ilmiahnya Argusianus
argus adalah salah satuburung yang terdapat di dalam suku Phasianidae. Kuau Raja mempunyai bulu berwarna coklat
kemerahan dan kulit kepala berwarna biru. Burung jantan dewasa berukuran sangat
besar, panjangnya dapat mencapai 200 cm. Di atas kepalanya terdapat jambul dan
bulu tengkuk berwarna kehitaman. Burung jantan dewasa juga memiliki bulu sayap
dan ekor yang sangat panjang, dihiasi dengan bintik-bintik besar menyerupai
mata serangga atau oceli. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung
jantan, panjangnya sekitar 75 cm, dengan jambul kepala berwarna kecoklatan.
Bulu ekor dan sayap betina tidak sepanjang burung jantan, dan hanya dihiasi
dengan sedikit oceli. Populasi Kuau Raja tersebar di Asia
Tenggara. Spesies ini ditemukan
di hutan tropis Sumatra, Borneodan Semenanjung Malaysia. Pada musim berbiak, burung jantan memamerkan bulu sayap dan
ekornya di depan burung betina. Bulu-bulu sayapnya dibuka membentukkipas, memamerkan "ratusan mata" di depan
pasangannya. Nama binomial spesies ini diberikan oleh Carolus
Linnaeus, berdasarkan dari
raksasa bermata seratus bernama Argus di mitologi
Yunani. Burung betina
menetaskan hanya dua telur saja.
Serindit melayu atau dalam nama
ilmiahnya Loriculus galgulus adalah sejenis burung yang
terdapat di dalam genus burung serindit Loriculus. Burung ini berukuran kecil, dengan panjang
mencapai 12 cm. Bulunya didominasi oleh warna hijau dengan bulu ekor
berwarna merah. Burung jantan dan betina serupa. Burung serindit jantan
memiliki bercak kepala berwarna biru dan bercak tenggorokan berwarna merah.
Burung betina berwarna lebih kusam dibanding jantan. Populasi Serindit
melayu tersebar di hutan dataran rendah, dari permukaan laut sampai ketinggian 1.300 m
di negara Brunei,Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand. Serindit Melayu hidup dalam kelompok.
Burung ini memiliki kebiasaan aktif memanjat dan berjalan daripada terbang.
Saat istirahat, burung serindit menggantungkan badan ke bawah. Pakannya terdiri
dari sayuran hijau, buah-buahan, padi-padian dan aneka serangga
kecil. Burung betina biasanya menetaskan antara tiga sampai empat butir
telur yang dierami sekitar 18 sampai 20 hari.
Ikan kakap adalah ikan laut dasaran yang
hidup secara berkelompok di dasar-dasar karang atau terumbu karang. Mempunyai
ciri tubuh yang bulat pipih dengan sirip memanjang sepanjang punggung. Jenis
ikan kakap yang banyak ditemui di Indonesiaadalah jenis Kakap
merah (L. campechanus)
beberapa jenis yang lain yang juga banyak ditemui adalah Kakap kuning, Kakap hitam dan kakap merah. Ikan ini umumnya memangsa
ikan-ikan kecil, udang. Bila kita memancing, biasanya umpan-umpan itu yang
biasa digunakan. Walau kadang juga dengan umpan jig, suka terpancing. Bentuk
tubuhnya bulat pipih memanjang dengan mempunyai sirip di bagian punggung. Di
bawah perut juga terdapat sirip. Di bagian dekat anal juga terdapat sirip
analnya. Sebagai penguasa karang, ikan kakap dilengkapi dengan gigi untuk
mengoyak mangsanya. Ketika ada makanan apa saja yang hanyut langsung
disergapnya. Ikan-ikan yang paling besar di kawasannya selalu berada paling
depan untuk memburu makanan.
Harimau Sumatera (Panthera tigris
sumatrae) adalah subspesies harimau yang habitat aslinya di pulau Sumatera, merupakan satu dari enam subspesies harimau
yang masih bertahan hidup hingga saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa
kritis yang terancam punah (critically endangered) dalam daftar merah
spesies terancam yang dirilis Lembaga Konservasi Dunia IUCN. Populasi liar diperkirakan antara 400-500
ekor, terutama hidup di taman-taman nasional di
Sumatera. Uji genetik mutakhir
telah mengungkapkan tanda-tanda genetik yang unik, yang menandakan bahwa
subspesies ini mungkin berkembang menjadi spesies terpisah, bila berhasil
lestari. Harimau Sumatera adalah subspesies harimau terkecil. Harimau Sumatera
mempunyai warna paling gelap di antara semua subspesies harimau lainnya, pola
hitamnya berukuran lebar dan jaraknya rapat kadang kala dempet. Harimau
Sumatera jantan memiliki panjang rata-rata 92 inci dari kepala ke buntut atau
sekitar 250 cm panjang dari kepala hingga kaki dengan berat 300 pound atau sekitar
140 kg, sedangkan tinggi dari jantan dewasa dapat mencapai 60 cm. Betinanya
rata-rata memiliki panjang 78 inci atau sekitar 198 cm dan berat 200 pound atau
sekitar 91 kg. Belang harimau Sumatera lebih tipis daripada subspesies harimau
lain. Warna kulit harimau Sumatera merupakan yang paling gelap dari seluruh
harimau, mulai dari kuning kemerah-merahan hingga oranye tua. Subspesies ini
juga punya lebih banyak janggut serta surai dibandingkan subspesies lain,
terutama harimau jantan. Ukurannya yang kecil memudahkannya menjelajahi rimba.
Terdapat selaput di sela-sela jarinya yang menjadikan mereka mampu berenang
cepat. Harimau ini diketahui menyudutkan mangsanya ke air, terutama bila
binatang buruan tersebut lambat berenang. Bulunya berubah warna menjadi hijau
gelap ketika melahirkan. Harimau Sumatera hanya ditemukan di pulau
Sumatera. Kucing besar ini mampu hidup di manapun, dari hutan dataran rendah
sampai hutan pegunungan, dan tinggal di banyak tempat yang tak terlindungi.
Hanya sekitar 400 ekor tinggal di cagar alam dan taman nasional, dan sisanya
tersebar di daerah-daerah lain yang ditebang untuk pertanian, juga terdapat
lebih kurang 250 ekor lagi yang dipelihara di kebun binatang di seluruh dunia.
Harimau Sumatera mengalami ancaman kehilangan habitat karena daerah sebarannya
seperti blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut dan hutan hujan pegunungan
terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan komersial, juga
perambahan oleh aktivitas pembalakan dan pembangunan jalan. Karena habitat yang
semakin sempit dan berkurang, maka harimau terpaksa memasuki wilayah yang lebih
dekat dengan manusia, dan seringkali mereka dibunuh dan ditangkap karena
tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan yang tanpa sengaja
dengan manusia.
Ikan lopis atau ikan Belida merupakan
jenis ikan sungai yang tergolong dalamsuku Notopteridae (ikan berpunggung pisau). Ikan ini lebih
populer dengan nama ikanbelida/belido, yang diambil dari nama salah satu sungai di Sumatera
Selatan yang menjadi
habitatnya. Orang Banjar menyebutnya ikan pipih. Jenis ini dapat ditemui diSumatra, Kalimantan, Jawa, dan Semenanjung Malaya, meskipun sekarang sudah sulit ditangkap karena rusaknya mutu
sungai dan penangkapan. Ikan ini merupakan bahan baku untuk sejenis kerupuk khas dari Palembang yang dikenal sebagai kemplang. Dulu lopis juga dipakai untuk pembuatan pempek namun sekarang diganti dengan tenggiri. Tampilannya yang unik juga membuatnya
dipelihara di akuarium sebagai ikan hias.Karena berpotensi ekonomi dan terancam
punah, lembaga penelitian berusaha menyusun teknologi budidayanya. Hingga
2005, Balai
Budidaya Air Tawar Mandiangin,
di Kalimantan Selatan telah mencoba membudidayakan, menangkarkan serta
memperbanyak benih ikan
belida. Ikan
belida ini sesungguhnya bukan ‘milik’ khas orang Palembang, karena sebarannya
cukup luas mulai dari India, Thailand, Malaysia, Brunei, dan Kalimantan. Dalam
bahasa Inggris ikan ini dinamakan ‘clown knife fish’. Diberi atribut ‘clown’
karena di badan ikan ada corak bulat-bulat menyerupai pakaian badut, dan
disebut ‘knife fish’ karena bentuk tubuhnya yang panjang pipih
menyerupai pisau. Di Surabaya, ikan yang sudah sangat langka ini dinamakan ‘ikan
peso/ikan pisau’. Di India, ikan ini dinamakan ‘chitala chitala’.Menurut
legenda orang Palembang, ikan ini dinamakan ‘belida’, karena dia tergolong ikan
yang pandai bersilat lidah.
Tarsius
bancanus atau Mentilin merupakan salah satu spesies tarsius. Primataendemik Sumatera dan Kalimantan, Indonesia ini ditetapkan sebagai Fauna identitas provinsi Bangka
Belitung. Tarsius
bancanus dalam bahasa Inggris sering disebut sebagai Horsfield’s
Tarsier atau Western Tarsier. Tarsius bancanus atau Horsfield’s
Tarsier mempunyai ciri-ciri dan perilaku seperti jenis-jenis tarsius
lainnya. Panjang tubuhnya sekitar 12-15 cm dengan berat tubuh sekitar 128 gram
(jantan) dan 117 gram (betina). Bulu tubuh Tarsius bancanus berwarna coklat
kemerahan hingga abu-abu kecoklatan. Tarsius bancanus tersebar di Indonesia
(pulau Kalimantan, Sumatera, dan pulau-pulau sekitar seperti Bangka, Belitung,
dan Karimata), Malaysia (Sabah dan Serawak) dan Brunei Darussalam.
Terdapat 4 (empat) subspesies Tarsius
bancanus, yaitu:
· Tarsius bancanus bancanus
· Tarsius bancanus borneanus
· Tarsius bancanus natunensis
· Tarsius bancanus saltator
9. BERUANG MADU (Helarctos malayanus) KHAS BENGKULU
Beruang madu termasuk famili ursidae dan merupakan jenis paling kecil dari kedelapan jenis beruang yang ada di dunia. Beruang ini
adalah fauna khas provinsiBengkulu sekaligus dipakai sebagai simbol dari provinsi tersebut. Beruang madu juga
merupakan maskot dari kota
Balikpapan. Beruang madu di
Balikpapan dikonservasi di sebuah hutan lindung bernama Hutan Lindung Sungai
Wain. Panjang tubuhnya 1,40 m, tinggi punggungnya 70
cm dengan berat berkisar 50-65 kg. Bulu beruang madu cenderung pendek, berkilau
dan pada umumnya hitam,
matanya berwarna cokelat ataubiru,selain
itu hidungnya relatif lebar tetapi tidak terlalu
moncong. Jenis bulu beruangmadu adalah yang paling pendek dan halus
dibandingkan beruang lainnya, berwarnahitam kelam atau hitam kecoklatan, di bawah bulu lehernya
terdapat tanda yang unik berwarna oranye yang dipercaya menggambarkan matahari terbit. Berbeda dengan beruang madu
dewasa, bayi beruang madu yang baru lahir memiliki bulu yang lebih lembut,
tipis dan bersinar. Karena hidupnya di pepohonan maka telapak kaki beruang ini tidak berbulu sehingga ia
dapat bergerak dengan kecepatan hingga 48 kilometer per jam dan memiliki tenaga yang sangat kuat. Beruang madu hidup di
hutan-hutan primer, hutan sekunder dan sering juga di lahan-lahan pertanian,
mereka biasanya berada di pohon pada ketinggian 2-7 meter dari tanah, dan suka
mematahkan cabang-cabang pohon atau membuatnya melengkung untuk membuat
sarang. Habitat beruang madu terdapat di daerah hujan tropis Asia
Tenggara. Penyebarannya terdapat
di pulau Borneo,Sumatera, Indocina, Cina Selatan, Burma, serta Semenanjung malaya. Oleh karena itulah,
jenis ini tidak memerlukan masa hibernasi seperti beruang lain yang tinggal di
wilayah empat musim.
Beruang madu di masa lalu diketahui tersebar hampir di seluruhbenua
Asia, namun sekarang menjadi
semakin jarang akibat kehilangan dan fragmentasi habitat.
Gajah Sumatera adalah subspesies dari gajah
Asia yang hanya
berhabitat dipulau Sumatera. Gajah Sumatera berpostur lebih kecil daripada subspesies gajah India. Populasinya semakin menurun dan menjadi
spesies yang sangat terancam. Sekitar 2000-2700 ekor gajah Sumatera yang
tersisa di alam liar berdasarkan survei tahun 2000. Sebanyak 65% populasi gajah
Sumatera lenyap akibat dibunuh manusia dan 30% kemungkinan diracuni manusia. Sekitar
83% habitat gajah Sumatera telah menjadi wilayah perkebunan akibat perambahan
yang agresif untuk perkebunan. Gajah sumatera adalah mamalia terbesar di Indonesia, beratnya mencapai 6 ton dan tumbuh setinggi
3,5 m pada bahu. Periode kehamilan untuk bayi gajah adalah 22 bulan dengan umur
rata-rata sampai 70 tahun. Herbivora raksasa ini sangat cerdas dan memiliki
otak yang lebih besar dibandingkan dengan mamalia darat lain. Telinga yang
cukup besar membantu gajah mendengar dengan baik dan membantu mengurangi panas
tubuh seperti darah panas dingin ketika mengalir di bawah permukaan telinga.
Belalainya digunakan untuk mendapatkan makanan dan air, dan memiliki tambahan
dapat memegang (menggenggam) di ujungnya yang digunakan seperti jari untuk
meraup.
Badak jawa atau Badak bercula-satu
kecil (Rhinoceros sondaicus) adalah anggota famili Rhinocerotidae dan satu dari lima badak yang masih ada. Badak ini masuk ke genus
yang sama dengan badak india dan memiliki kulit bermosaik yang menyerupai baju baja.
Badak ini memiliki panjang 3,1-3,2 m dan tinggi 1,4-1,7 m. Badak ini lebih
kecil daripada badak india dan lebih dekat dalam besar tubuh dengan badak
hitam. Ukuran culanya
biasanya lebih sedikit daripada 20 cm, lebih kecil daripada cula spesies badak
lainnya. Badak ini pernah menjadi salah satu badak di Asia yang paling banyak menyebar. Meski disebut
"badak jawa", binatang ini tidak terbatas hidup diPulau
Jawa saja, tapi di seluruh Nusantara, sepanjang Asia
Tenggara dan di India sertaTiongkok. Spesies ini kini statusnya sangat kritis,
dengan hanya sedikit populasi yang ditemukan di alam bebas, dan tidak ada di
kebun binatang. Badak ini kemungkinan adalah mamalia terlangka di bumi. Populasi 40 - 50 badak
hidup di Taman Nasional Ujung Kulon di pulau Jawa, Indonesia. Populasi badak Jawa di alam bebas lainnya
berada di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam dengan perkiraan populasi tidak lebih dari delapan pada
tahun 2007. Berkurangnya populasi badak jawa diakibatkan
oleh perburuan untuk diambil culanya, yang sangat berharga pada pengobatan
tradisionalTiongkok, dengan harga sebesar $30.000 per kilogram di pasar
gelap. Berkurangnya populasi
badak ini juga disebabkan oleh kehilangan habitat, yang terutama diakibatkan
oleh perang, seperti perang
Vietnam di Asia
Tenggara juga menyebabkan
berkurangnya populasi badak Jawa dan menghalangi pemulihan. Tempat yang tersisa
hanya berada di dua daerah yang dilindungi, tetapi badak jawa masih berada pada
resiko diburu, peka terhadap penyakit dan menciutnya keragaman genetik
menyebabkannya terganggu dalam berkembangbiak. WWF Indonesia mengusahakan untuk mengembangkan
kedua bagi badak jawa karena jika terjadi serangan penyakit atau bencana alam
sepertitsunami, letusan gunung berapi Krakatau dan gempa
bumi, populasi badak jawa
akan langsung punah. Selain itu, karena invasi langkap (arenga) dan kompetisi dengan banteng untuk ruang dan
sumber, maka populasinya semakin terdesak. Kawasan yang diidentifikasikan aman
dan relatif dekat adalah Taman Nasional Halimun di Gunung
Salak, Jawa
Barat yang pernah
menjadi habitat badak Jawa.
Terdapat tiga subspesies, yang hanya dua
subspesies yang masih ada, sementara satu subspesies telah punah:
· Rhinoceros sondaicus sondaicus, tipe subspesies yang diketahui sebagai badak Jawa
Indonesia' yang pernah hidup di Pulau Jawa dan Sumatra. Kini
populasinya hanya sekitar 40-50 di Taman Nasional Ujung Kulon yang terletak di ujung barat Pulau Jawa.
Satu peneliti mengusulkan bahwa badak jawa diSumatra masuk ke dalam subspesies yang
berbeda, R.s. floweri, tetapi hal ini tidak diterima secara luas.
· Rhinoceros sondaicus annamiticus, diketahui sebagai Badak Jawa Vietnam atauBadak
Vietnam, yang pernah hidup di sepanjang Vietnam, Kamboja, Laos,Thailand dan Malaysia. Annamiticus berasal
dari deretan pegunungan Annam diAsia Tenggara, bagian dari tempat hidup spesies ini. Kini populasinya diperkirakan
lebih sedikit dari 12, hidup di hutan daratan rendah di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam. Analisis genetika memberi kesan bahwa dua subspesies yang masih
ada memiliki leluhur yang sama antara 300.000 dan 2 juta tahun yang lalu.
· Rhinoceros sondaicus inermis, diketahui sebagai Badak jawa india,
pernah hidup di Benggala sampai Burma (Myanmar), tetapi dianggap punah pada
dasawarsa awal tahun 1900-an. Inermis berarti tanpa cula, karena
karakteristik badak ini adalah cula kecil pada badak jantan, dan tak ada cula
pada betina. Spesimen spesies ini adalah betina yang tidak memiliki cula.
Situasi politik diBurma mencegah
taksiran spesies ini di negara itu, tetapi keselamatannya dianggap tak dapat
dipercaya.
Elang bondol atau dalam nama ilmiahnya
adalah Haliastur Indus adalah spesies dari genus dari
Haliastur. Burung Elang Bondol berukuran sedang (45 cm), berwarna putih dan
coklat pirang. Elang bondol yang remaja berkarakter seluruh tubuh kecoklatan
dengan coretan pada dada. Warna berubah putih keabu-abuan pada tahun kedua, dan
mencapai bulu dewasa sepenuhnya pada tahun ketiga. Ujung ekor bundar.Iris
coklat, paruh dan sera abu-abu kehijauan, kaki dan tungkai kuning suram. Ketika
dewasa, karakter tubuhnya adalah kepala, leher, dada putih. Sayap, punggung,
ekor dan perut coklat terang. Kontras dengan bulu primer yang hitam. Makanannya
adalah hampir semua binatang, hidup atau mati. Di perairan, makanannya berupa
kepiting dan di daratan memakan anak ayam, serangga dan mamalia kecil. Sarang berukuran besar, dari ranting pada
puncak pohon. Telur berwarna putih, sedikit berbintik merah, jumlah 2-3 butir.
Berkembang biak pada bulan Januari - Agustus dan Mei - Juli. India, Cina
selatan, Asia tenggara, Indonesia, Australia. Di Indonesia, penyebarannya ada
di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua.
Sedangkan di Indonesia dan India, dapat ditemukan di daerah pedalaman. Di
Kalimantan sendiri, elang bondol dapat ditemui di Kapuas Hulu, Kalimantan
Barat. Keberadaan elang bondol disana melimpah.
Macan tutul jawa (Panthera pardus melas)
atau macan kumbang adalah salah satu subspesies dari macan
tutul yang hanya
ditemukan di hutan tropis, pegunungan dan kawasan konservasi Pulau
Jawa, Indonesia. Ia memiliki dua variasi: berwarna terang dan
hitam (macan kumbang). Macan tutul jawa adalah satwa indentitas ProvinsiJawa
Barat. Dibandingkan dengan
macan tutul lainnya, macan tutul jawa berukuran paling kecil, dan
mempunyai indra penglihatan
dan penciuman yang tajam. Subspesies ini pada umumnya memiliki bulu seperti
warna sayap kumbang yang hitam mengkilap dengan bintik-bintik gelap berbentuk
kembangan yang hanya terlihat di bawah cahaya terang. Bulu hitam Macan Kumbang
sangat membantu dalam beradaptasi dengan habitat hutan yang lebat dan gelap.
Macan Kumbang betina serupa, dan berukuran lebih kecil dari jantan. Hewan ini
soliter, kecuali pada musim berbiak. Ia lebih aktif berburu mangsa di malam
hari. Mangsanya yang terdiri dari aneka hewan lebih kecil biasanya diletakkan
di atas pohon. Macan tutul merupakan satu-satunya kucing besar yang masih
tersisa di Pulau Jawa. Frekuensi tipe hitam (kumbang) relatif tinggi. Warna hitam
ini terjadi akibat satu alel resesif yang dimiliki hewan ini. Sebagian besar
populasi macan tutul dapat ditemukan di Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango, meskipun di semua
taman nasional di Jawa dilaporkan pernah ditemukan hewan ini, mulai dari Ujung
Kulon hingga Baluran. Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan, penangkapan
liar, serta daerah dan populasi dimana hewan ini ditemukan sangat terbatas,
macan tutul jawa dievaluasikan sebagai Kritis sejak 2007 di dalam IUCN
Red List dan didaftarkan
dalamCITES Appendix I. Satwa ini dilindungi di
Indonesia, yang tercantum di dalam UU No.5 tahun 1990 dan PP No.7 tahun 1999.
Kepodang emas adalah burung berkicau (Passeriformes) yang mempunyai buluyang indah dan juga terkenal sebagai burung
pesolek yang selalu tampil cantik, rapi dan bersih termasuk dalam membuat sarang. Kepodang merupakan salah satu jenis burung
yang sulit dibedakan antara jantan dan betinanya berdasarkan bentuk fisiknya. Burung
kepodang termasuk jenis burung kurungan karena dibeli oleh masyarakat sebagai
penghias rumah, oleh karenanya burung ini masuk dalam komoditas perdagangan
yang membuat populasinya semakin kecil. Burung kepodang berasal dari daratan China dan penyebarannya mulai dari India, Asia
Tenggara, kepulauan Philipina, termasukIndonesia yang meliputi Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa
Tenggara. Burung ini hidup di
hutan-hutan terutama di daerah tropis dan sedikit di daerah sub tropis dan
biasanya hidup berpasangan . Di pulau Jawa dan Bali burung kepodang sering
disebut dengan kepodang emas. Burung kepodang berukuran relatif sedang, panjang
mulai ujung ekor hingga paruh berkisar 25 cm. Burung ini berwarna hitam
dan kuning dengan strip hitam melewati mata dan tengkuk, bulu terbang sebagian besar hitam. Tubuh bagian bawah keputih-putihan dengan
burik hitam, iris merah, bentuk paruh meruncing dan sedikit melengkung ke bawah,
ukuran panjang paruh kurang lebih 3 cm, kaki hitam. Burung ini menghuni hutan
terbuka, hutan mangrove, hutan pantai, di tempat-tempat tersebut dapat dikenali dengan
kepakan sayapnya yang kuat, perlahan, mencolok dan terbangnya menggelombang.
Perkutut Jawa (Geopelia striata, familia Columbidae) adalah sejenis burungberukuran kecil, berwarna abu-abu yang banyak
dipelihara orang karena keindahan suaranya. Dalam tradisi Indonesia, terutama Jawa, hingga keadaannya di alam mulai terancam.
Perkutut masih berkerabat dekat dengan Tekukur
Biasa, Dederuk
Jawa, danmerpati. Burung perkutut bertubuh kecil. Panjangnya
berkisar antara 20-25 cm. Kepalanya membulat kecil, berwarna abu-abu. Paruhnya
panjang meruncing dengan berwarna biru keabu-abuan. Mata burung perkutut bulat
dengan iris berwarna abu-abu kebiru-biruan. Lehernya agak panjang dan ditumbuhi
bulu-bulu halus. Bulu disekitar dada dan leher membentuk pola garis melintang
berwarna hitam dan putih. Bulu yang menutupi badan perkutut berwarna
kecokelatan. Pada bulu sayap terdapat garis melintang berwarna cokelat tua.
Bulu ekornya yang juga berwarna cokelat agak panjang. Jari-jari perkutut
berjumlah 8 dengan kuku-kuku yang runcing. Jadi jumlah jari sebelah kaki adalah
4. Tiga dari empat jarinya ada di depan dan sebuah jari di belakang. Jari-jari
perkutut berguna untuk bertengger.
Ayam bekisar atau ayam hutan
hijau (bahasa Latin = Gallus
varius) adalah nama sejenis burung yang termasuk kelompok unggas dari suku Phasianidae, yakni keluarga ayam, puyuh, merak, dan sempidan. Ayam hutan diyakini sebagai nenek moyang
sebagian ayam
peliharaan yang ada di Nusantara. Ayam ini disebut dengan berbagai nama di
berbagai tempat, seperti canghegar atau cangehgar (Sd.), ayam alas(Jw.), ajem
allas atau tarattah (Md.). Memiliki nama ilmiah Gallus varius (Shaw, 1798), ayam ini dalam bahasa
Inggris dikenal
sebagai Green Junglefowl, Javan Junglefowl,Forktail,
atau Green Javanese Junglefowl, merujuk pada warna dan asal
tempatnya. Ayam yang menyukai daerah terbuka dan berpadang
rumput, tepi hutan dan daerah dengan bukit-bukit rendah dekat pantai. Ayam-hutan Hijau diketahui menyebar terbatas
di Jawa dan kepulauan Nusa
Tenggara termasuk Bali. Di Jawa
Barat tercatat hidup
hingga ketinggian 1.500 m diatas permukaan laut, di Jawa
Timur hingga 3.000 m
diatas permukaan laut dan di Lombok hingga 2.400 m diatas permukaan laut. Pagi
dan sore ayam ini biasa mencari makanan di tempat-tempat terbuka dan berumput,
sedangkan pada siang hari yang terik berlindung di bawah naungan tajuk hutan.
Ayam-hutan Hijau memakan aneka biji-bijian, pucuk rumput dan dedaunan,
aneka serangga, serta berbagai jenis hewan kecil seperti laba-laba, cacing, kodok dan kadal kecil. Ayam ini kerap terlihat dalam
kelompok, 2-7 ekor atau lebih, mencari makanan di rerumputan di dekat
kumpulan ungulata besar seperti kerbau, sapi atau banteng. Selain memburu serangga yang terusik oleh
hewan-hewan besar itu, Ayam-hutan Hijau diketahui senang membongkar dan
mengais-ngais kotoran herbivora tersebut untuk mencari biji-bijian yang
belum tercerna, atau serangga yang memakan kotoran itu. Pada malam hari,
kelompok ayam hutan ini tidur tak berjauhan di rumpun bambu, perdu-perduan, atau daun-daun palem hutan pada ketinggian 1,5-4 m di atas
tanah. Ayam hutan hijau berbiak antara bulan Oktober-Nopember di Jawa Barat dan
sekitar Maret-Juli di Jawa Timur. Sarang dibuat secara sederhana di atas tanah
berlapis rumput, dalam lindungan semak atau rumput tinggi. Telur 3-4 butir
berwarna keputih-putihan. Tak seperti keturunannya ayam kampung, Ayam-hutan
Hijau pandai terbang. Anak ayam hutan ini telah mampu terbang menghindari
bahaya dalam beberapa minggu saja. Ayam yang dewasa mampu terbang seketika dan
vertikal ke cabang pohon di dekatnya pada ketinggian 7 m atau lebih. Terbang
mendatar, Ayam hutan Hijau mampu terbang lurus hingga beberapa ratus meter;
bahkan diyakini mampu terbang dari pulau ke pulau yang berdekatan melintasi
laut. Ayam hutan hijau adalah kerabat dekat leluhur ayam peliharaan, ayam
hutan merah (Gallus gallus).
Ayam hutan merah yang menyebar luas mulai dari Himalaya, Tiongkok selatan, Asia
Tenggara, hingga ke Sumatra dan Jawa. Pada pihak lain, ayam-hutan
hijau tersebar di Jawa, Bali dan pulau-pulau Nusa Tenggara lainnya. Ayam hutan
dari Jawa Timur dikenal sebagai sumber tetua untuk menghasilkan ayam
bekisar. Bekisar adalah
persilangan antara ayam hutan hijau dengan ayam kampung. Bekisar dikembangkan
orang untuk menghasilkan ayam hias yang indah bulunya, dan terutama untuk
mendapatkan ayam dengan kokok yang khas. Karena suaranya, ayam bekisar dapat
mencapai harga yang sangat mahal. Bekisar juga menjadi lambang fauna daerah
Jawa Timur.
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) adalah
sejenis burung pengicau berukuran sedang, dengan panjang lebih kurang 25cm, dari
suku Sturnidae. Jalak Bali memiliki ciri-ciri khusus, di antaranya
memiliki bulu yang putih di seluruh tubuhnya kecuali
pada ujung ekor dan sayapnya yang berwarna hitam. Bagian pipi yang tidak ditumbuhi bulu, berwarna biru cerah dan kaki yang berwarna keabu-abuan.
Burung jantan dan betina serupa. Endemik Indonesia, Jalak Bali hanya ditemukan di hutan bagian
barat Pulau Bali. Burung ini juga merupakan satu-satunya spesies endemik Bali dan
pada tahun1991 dinobatkan sebagai lambang fauna Provinsi Bali. Keberadaan hewan endemik ini dilindungi
undang-undang. Jalak Bali ditemukan pertama kali pada tahun 1910. Nama ilmiah Jalak Bali dinamakan menurut pakar
hewan berkebangsaan Inggris, Walter
Rothschild, sebagai orang pertama
yang mendeskripsikan spesies ini ke dunia pengetahuan pada tahun 1912. Jenis ini aktif mencari makan di antara pohon
dan tumbuhan bawah di hutan. Utamanya di daerah ekoton yaitu antara kawasan
berhutan dan padang rumput yang luas, serta di sepanjang hutan pinggiran
sungai. Umumnya hidup dalam kelompok kecil atau berpasangan. Jalak bali
merupakan burung yang jarang mencari makan di atas permukaan tanah namun, saat
musim kering ia akan turun ke tanah untuk mencari avertebrata. Karena
penampilannya yang indah dan elok, jalak Bali menjadi salah satu burung yang
paling diminati oleh para kolektor dan pemelihara burung. Penangkapan liar,
hilangnya habitat hutan, serta daerah burung ini ditemukan sangat terbatas
menyebabkan populasi burung ini cepat menyusut dan terancam punah dalam waktu
singkat. Untuk mencegah hal ini sampai terjadi, sebagian besar kebun binatang
di seluruh dunia menjalankan program penangkaran jalak Bali. Ancaman utama yang
dihadapi burung yang pertama kali dideskripsikan tahun 1912 ini adalah adanya
perubahan habitat alami di sepanjang barat laut pantai Bali. Ancaman lainnya
adalah penangkapan yang tidak terkendali (ilegal) untuk memenuhi pasokan pasar
dunia sebagai hewan peliharaan. Populasinya yang sangat sedikit di alam,
membuat IUCN menetapkan statusnya Kritis (Critically Endangered/CR).
Rusa Timor atau Rusa Sunda Sambar (Rusa
timorensis) adalah rusa asli
pulauJawa, Bali dan Timor (bersama
dengan Timor Leste). Ini juga merupakan spesies dikenali di Irian Jaya, Kalimantan (Kalimantan), Kepulauan Sunda
Kecil, Maluku,Sulawesi, Australia, Mauritius, Kaledonia Baru, Selandia Baru, Papua Nugini danRéunion. Ini menempati habitat yang sama dengan yang ada pada Chital of
India membuka hutan kering dan campuran gugur, taman, dan sabana. Ini
adalah kerabat dekat yang lebih besar Rusa Sambar . Hal ini cukup diburu di Australia timur. Rusa
ini telah membentuk populasi di daerah terpencil pulau, mungkin dibawa ke sana oleh nelayan Indonesia. Mereka
beradaptasi dengan baik, hidup nyaman di semak kering Australia seperti yang
mereka lakukan di tanah air tropis mereka. Sifat ini ditunjukkan dengan
baik lebih seringnya ditemukan di pinggiran Wollongong dan Sydney dan khususnya di Royal National Park. Ini menunjukkan terus meningkat kuatnya populasinya. Rusa
timor (Cervus timorensis) yang ditetapkan menjadi fauna identitas Nusa
Tenggara Barat, mempunyai bulu berwarna coklat kemerah-merahan hingga abu-abu
kecoklatan dengan bagian bawah perut dan ekor berwarna putih. Rusa timor dewasa
mempunyai panjang badan berkisar antara 195-210 cm dengan tinggi badan mencapai
antara 91-110 cm. Rusa timor (Cervus timorensis) mempunyai berat badan
antara 103-115 kg walaupun rusa timor yang berada dipenangkaran mampu memiliki
bobot sekitar 140 kg. Ukuran rusa timor ini meskipun kalah besar dari sambar (Cervus
unicolor) namun dibandingkan dengan rusa jenis lainnya seperti rusa bawean, dan menjangan, ukuran tubuh rusa timor lebih
besar.
Subspesies Rusa Timor. Whitehead (Schroder dalam
Nugroho, 1992; Semiadi, 2002) membagi jenis rusa timor (Cervus timorensis)
menjadi 8 subspesies (anak jenis), yaitu:
· Cervus timorensis russa (Mul.&Schl., 1844) biasa ditemukan di
Pulau Jawa.
· Cervus timorensis florensis (Heude, 1896) biasa ditemukan Pulau Lombok dan Pulau Flores.
· Cervus timorensis timorensis (Martens, 1936) biasa ditemukan P. Timor,
P. Rate, P. Semau, P. Kambing, P. Alor, dan P. Pantai.
· Cervus timorensis djonga (Bemmel, 1949) biasa ditemukan P. Muna dan
P. Buton.
· Cervus timorensis molucensis (Q.&G.,1896) biasa ditemukan Kep. Maluku, P. Halmahera,
P. Banda, dan P. Seram.
· Cervus timorensis macassaricus (Heude, 1896) biasa ditemukan P. Sulawesi.
· Cervus timorensis renschi (Sody, 1933).
· Cervus timorensis laronesietes (Bemmel, 1949)
Komodo atau yang selengkapnya
disebut biawak komodo (Varanus komodoensis), adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di
pulau Komodo,Rinca, Flores, Gili
Motang, dan Gili
Dasami di Nusa
Tenggara. Biawak ini oleh
penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat ora. Termasuk
anggota famili biawak Varanidae, dan klad Toxicofera, komodo merupakan kadal terbesar di dunia,
dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan dengan
gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh hewan-hewan tertentu yang
hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanyamamalia karnivora di pulau tempat hidup komodo, dan
laju metabolisme komodo yang kecil. Karena besar tubuhnya, kadal ini
menduduki posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem tempatnya hidup. Komodo ditemukan oleh
peneliti barat tahun 1910. Tubuhnya yang besar dan reputasinya yang mengerikan
membuat mereka populer di kebun binatang. Habitat komodo di alam bebas telah
menyusut akibat aktivitas manusia dan karenanya IUCN memasukkan komodo sebagai spesies yangrentan terhadap kepunahan. Biawak besar ini kini
dilindungi di bawah peraturan pemerintah Indonesia dan sebuah taman
nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, didirikan untuk melindungi mereka. Di alam bebas, komodo dewasa
biasanya memiliki berat sekitar 70 kg, namun komodo yang dipelihara di
penangkaran sering memiliki bobot tubuh yang lebih besar. Spesimen liar
terbesar yang pernah ada memiliki panjang sebesar 3,13 m dan berat sekitar 166
kg, termasuk berat makanan yang belum dicerna di dalam perutnya. Meski komodo
tercatat sebagai kadal terbesar yang masih hidup, namun bukan yang terpanjang.
Reputasi ini dipegang oleh biawak
Papua (Varanus
salvadorii). Komodo memiliki ekor yang sama panjang dengan tubuhnya, dan
sekitar 60 buah gigi yang bergerigi tajam sepanjang sekitar 2,5 cm yang kerap diganti. Air liur komodo sering
kali bercampur sedikit darah karena giginya hampir seluruhnya dilapisijaringan
gingiva dan jaringan ini
tercabik selama makan. Kondisi ini menciptakan lingkungan pertumbuhan yang
ideal untuk bakteri mematikan yang hidup di mulut mereka. Komodo memiliki lidah
yang panjang, berwarna kuning dan bercabang. Komodo jantan lebih besar daripada
komodo betina, dengan warna kulit dari abu-abu gelap sampai merah batu bata,
sementara komodo betina lebih berwarna hijau buah zaitun dan memiliki potongan
kecil kuning pada tenggorokannya. Komodo muda lebih berwarna, dengan warna
kuning, hijau dan putih pada latar belakang hitam. Komodo tak memiliki indera
pendengaran, meski memiliki lubang telinga. Biawak ini mampu melihat hingga
sejauh 300 m, namun karena retinanya hanya memiliki sel
kerucut, hewan ini agaknya tak
begitu baik melihat di kegelapan malam. Komodo mampu membedakan warna namun
tidak seberapa mampu membedakan obyek yang tak bergerak. Komodo menggunakan lidahnya
untuk mendeteksi rasa dan mencium stimuli, seperti reptil lainnya, dengan indera vomeronasal memanfaatkan organ
Jacobson, suatu kemampuan yang
dapat membantu navigasi pada saat gelap. Dengan bantuan angin dan kebiasaannya
menelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri ketika berjalan, komodo dapat
mendeteksi keberadaan daging bangkai sejauh 4-9,5 km. Lubang hidung komodo
bukan merupakan alat penciuman yang baik karena mereka tidak memiliki sekat
rongga badan. Hewan ini tidak
memiliki indra perasa di lidahnya, hanya ada sedikit ujung-ujung saraf perasa
di bagian belakang tenggorokan. Sisik-sisik komodo, beberapa di antaranya
diperkuat dengan tulang, memiliki sensor yang terhubung dengan saraf yang
memfasilitasi rangsang sentuhan. Sisik-sisik di sekitar telinga, bibir, dagu
dan tapak kaki memiliki tiga sensor rangsangan atau lebih. Komodo pernah
dianggap tuli ketika penelitian mendapatkan bahwa bisikan, suara yang meningkat
dan teriakan ternyata tidak mengakibatkan agitasi (gangguan) pada komodo liar.
Hal ini terbantah kemudian ketika karyawan Kebun Binatang London ZSL, Joan Proctor melatih biawak untuk keluar makan
dengan suaranya, bahkan juga ketika ia tidak terlihat oleh si biawak. Komodo
secara alami hanya ditemui di Indonesia, di pulau Komodo, Flores dan Rinca dan
beberapa pulau lainnya di Nusa Tenggara. Hidup di padang rumput kering terbuka,sabana dan
hutan tropis pada ketinggian rendah, biawak ini menyukai tempat panas dan
kering ini. Mereka aktif pada siang hari, walaupun kadang-kadang aktif juga
pada malam hari. Komodo adalah binatang yang penyendiri, berkumpul bersama
hanya pada saat makan dan berkembang biak. Reptil besar ini dapat berlari cepat
hingga 20 km per jam pada jarak yang pendek berenang dengan sangat baik dan
mampu menyelam sedalam 4,5 m serta pandai memanjat pohon menggunakan cakar
mereka yang kuat. Untuk menangkap mangsa yang berada di luar jangkauannya,
komodo dapat berdiri dengan kaki belakangnya dan menggunakan ekornya sebagai
penunjang. Dengan bertambahnya umur, komodo lebih menggunakan cakarnya sebagai
senjata, karena ukuran tubuhnya yang besar menyulitkannya memanjat pohon. Untuk
tempat berlindung, komodo menggali lubang selebar 1-3 m dengan tungkai depan
dan cakarnya yang kuat. Karena besar tubuhnya dan kebiasaan tidur di dalam
lubang, komodo dapat menjaga panas tubuhnya selama malam hari dan mengurangi
waktu berjemur pada pagi selanjutnya. Komodo umumnya berburu pada siang hingga
sore hari, tetapi tetap berteduh selama bagian hari yang terpanas.
Tempat-tempat sembunyi komodo ini biasanya berada di daerah gumuk atau perbukitan dengan semilir angin laut, terbuka
dari vegetasi, dan di sana-sini berserak kotoran hewan penghuninya. Tempat ini
umumnya juga merupakan lokasi yang strategis untuk menyergap rusa. Pada akhir 2005, peneliti dari Universitas
Melbourne, Australia, menyimpulkan bahwa biawak
Perentie (Varanus
giganteus) dan biawak-biawak lainnya, serta kadal-kadal dari sukuAgamidae, kemungkinan memiliki semacam bisa. Selama ini diketahui bahwa luka-luka akibat
gigitan hewan-hewan ini sangat rawan infeksi karena adanya bakteria yang hidup di mulut
kadal-kadal ini, akan tetapi para peneliti ini menunjukkan bahwa efek langsung
yang muncul pada luka-luka gigitan itu disebabkan oleh masuknya bisa
berkekuatan menengah. Para peneliti ini telah mengamati luka-luka di tangan
manusia akibat gigitan biawak Varanus varius, V. scalaris dan
komodo, dan semuanya memperlihatkan reaksi yang serupa: bengkak secara cepat
dalam beberapa menit, gangguan lokal dalam pembekuan darah, rasa sakit yang
mencekam hingga ke siku, dengan beberapa gejala yang bertahan hingga beberapa
jam kemudian. Sebuah kelenjar yang berisi bisa yang amat beracun telah berhasil
diambil dari mulut seekor komodo di Kebun
Binatang Singapura, dan meyakinkan para
peneliti akan kandungan bisa yang dipunyai komodo. Di samping mengandung bisa,
air liur komodo juga memiliki aneka bakteri mematikan di dalamnya lebih dari 28
bakteri Gram-negatif dan 29 Gram-positif telah diisolasi dari air liur ini.
Bakteri-bakteri tersebut menyebabkan septikemia pada korbannya. Jika gigitan komodo tidak
langsung membunuh mangsa dan mangsa itu dapat melarikan diri, umumnya mangsa
yang sial ini akan mati dalam waktu satu minggu akibat infeksi. Bakteri yang
paling mematikan di air liur komodo agaknya adalah bakteri Pasteurella multocida yang sangat mematikan; diketahui melalui
percobaan dengan tikus laboratorium. Karena komodo nampaknya kebal terhadap
mikrobanya sendiri, banyak penelitian dilakukan untuk mencari molekul
antibakteri dengan harapan dapat digunakan untuk pengobatan manusia.
Enggang Gading atau Rangkong Gading (Buceros/rhinoplax
vigil) adalah burung berukuran besar dari keluarga Bucerotidae. Burung dini ditemukan di Semenanjung Malaya, Sumatera, dan Kalimantan. Burung ini juga menjadi maskot ProvinsiKalimantan
Barat, dan termasuk dalam
jenis fauna yang dilindungi undang-undang. Dalam budaya
Kalimantan, burung Rangkong gading (tingan) merupakan simbol "Alam
Atas" yaitu alam kedewataan yang bersifat "maskulin". Di Pulau
Kalimantan, burung Rangkong gading
dipakai sebagai lambang daerah atau simbol organisasi seperti di lambang
negeri Sarawak, lambang provinsi Kalimantan
Barat, satwa identitas
provinsiKalimantan Barat, simbol Universitas Lambung Mangkurat dan sebagainya. Burung Rangkong (Enggang)
adalah burung yang terdiri dari 57 spesies yang tersebar di Asia dan Afrika. 14
diantaranya terdapat di Indonesia. Di antara enggang, jenis enggang gading
adalah yang terbesar ukurannya, baik kepala, paruh dan tanduknya yang menutupi
bagian dahinya. Enggang gading adalah salah satu dari 14 jenis burung rangkong
yang ada di Indonesia dan menjadi maskot provinsi Kalimantan Barat. Karena
jumlahnya yang semakin sedikit burung ini termasuk dalam jenis fauna yang
dilindungi undang-undang. Burung Enggang Gading diwujudkan dalam bentuk ukiran
pada Budaya Dayak, sedangkan dalam budaya Banjar, burung Enggang
Gading diukir dalam bentuk tersamar (didistilir) karena Budaya
Banjar tumbuh di bawah
pengaruh agama Islam yang melarang adanya ukiran makhluk bernyawa. Enggang Gading juga merupakan
simbol budaya suku Naga di India timur. Binatang yang dilindungi ini pada usia
mudanya mempunyai paruh dan mahkota berwarna putih. Seiring usianya, paruh dan
mahkotanya akan berubah warna menjadi oranye dan merah, ini akibat dari
seringnya enggang menggesekkan paruh ke kelenjar penghasil warna oranye merah
yang terletak di bawah ekornya. Burung ini menyukai daun Ara sebagai makanan
favoritnya, tapi tidak jarang juga makan serangga, tikus, kadal bahkan burung
kecil. Burung enggang biasa bertengger di pohon yang tinggi, sebelum terbang
Enggang memberikan tanda dengan mengeluarkan suara gak yang keras. Ketika sudah
mengudara kepakan sayap enggang mengeluarkan suara yang dramatik. Burung ini
hidup berkelompok sekitar 2 sampai 10 ekor tiap pohon. Terkadang burung terbang
bersama dalam jumlah antara 20-30 ekor. Suara enggang ini sangat khas dan
nyaring sekali seakan-akan memanggil sekawanannya di balik pohon yang rindang.
Musim telurnya dari bulan April sampai Juli dan anak-anak burung yang lebih
besar membantu burung jantan dewasa menyediakan makan bagi burung betina dan
anak-anaknya yang baru menetas. Namun sekarang ini burung enggang merupakan
burung langka yang sudah sangat sulit di temui di hutan Kalimantan, ini
dikarenakan pengerusakan hutan borneo yang terus-menerus terjadi, seperti
penebangan hutan baik illegal logging maupun untuk dijadikan lahan perkebunan
kelapa sawit. Nasib burung enggang ini sekarang sama seperti nasib suku Dayak
di borneo yang semakin terpinggirkan di tanahnya sendiri. Hal ini juga
diperparah dengan maraknya perburuan yang dilakukan masyarakat sekitar. Harga
persatu kepala burung Enggang dihargai Rp. 2,5 juta. Karena harganya yang mahal
banyak warga pedalaman berlomba berburu burung tersebut dihutan.
Kuau-kerdil Kalimantan, Polyplectron
schleiermacheri, adalah jenis kuau-kerdilberukuran sedang yang berhabitat di hutan hujan dataran rendah Pulau
Kalimantan. Kuau ini adalah jenis
kuau merak yang paling langka dan sudah jarang ditemui. Cirinya adalah ukuran
tubuhnya yang maksimal dapat tumbuh sampai 50 cm dengan bintik-bintik pada
tubuhnya. Kuau merak Kalimantan masih berkerabat dengan kuau-kerdil Malaya dan kuau-kerdil Palawan. Beberapa ilmuwan menganggap jenis ini
merupakan subspesies dari kuau-kerdil Malaya. Berukuran sedang
(jantan 42 cm, betina 38 cm). Pada sayap dan ekor, terdapat tanda bintik
metalik berbentuk seperti mata (hijau pada jantan, biru pada betina). Jantan:
jambul hijau metalik, dada hijau keunguan mengkilap, tenggorokan dan bercak
dada putih. Betina: lebih suram dan lebih biru. Keduanya: pipi dan tenggorokan
kuning pucat, kontras dengan bulu lainnya. Iris kuning, paruh kehijauan gelap,
kulit muka gundul dan merah, kaki dan tungkai hitam (jantan dengan dua taji).
Burung pemalu yang jarang ditemui, hanya diketahui di tempat-tempat yang
terpencar di hutan dataran rendah sampai ketinggian 1100 m. Hidup di hutan
primer. Bertengger di pohon, tetapi berjalan diam-diam di lantai hutan
sepanjang siang. Jantan bersuara serta memainkan sayap dan ekornya, tetapi
tidak punya tempat menetap.
Bekantan atau dalam nama ilmiahnya Nasalis
larvatus adalah sejenis monyetberhidung panjang dengan rambut berwarna coklat
kemerahan dan merupakan satu dari dua spesies dalam genus tunggal monyet Nasalis.
Ciri-ciri utama yang membedakan bekantan dari monyet lainnya adalah hidung panjang dan besar yang hanya ditemukan di
spesies jantan. Fungsi dari hidung besar pada bekantan jantan
masih tidak jelas, namun ini mungkin disebabkan oleh seleksi
alam. Monyet betina lebih memilih jantan dengan hidung besar
sebagai pasangannya. Karena hidungnya inilah, bekantan dikenal juga
sebagai monyet Belanda. Dalam bahasa
Brunei (kxd)
disebut bangkatan. Bekantan jantan berukuran lebih besar dari
betina. Ukurannya dapat mencapai 75 cm dengan berat mencapai 24 kg. Monyet
betina berukuran 60 cm dengan berat 12 kg. Spesies ini juga memiliki perut yang
besar, sebagai hasil dari kebiasaan mengonsumsi makanannya. Selain buah-buahan
dan biji-bijian, bekantan memakan aneka daun-daunan, yang menghasilkan banyak
gas pada waktu dicerna. Ini mengakibatkan efek samping yang membuat perut
bekantan jadi membuncit. Bekantan tersebar danendemik di hutan
bakau, rawa dan hutan pantai di pulau Borneo (Kalimantan, Sabah, Serawak dan Brunai). Spesies ini
menghabiskan sebagian waktunya di atas pohon dan hidup dalam kelompok-kelompok
yang berjumlah antara 10 sampai 32 monyet. Sistem sosial bekantan pada dasarnya
adalah One-male group, yaitu satu kelompok terdiri dari satu jantan dewasa,
beberapa betina dewasa dan anak-anaknya. Selain itu juga terdapat kelompok
all-male, yang terdiri dari beberapa bekantan jantan. Jantan yang menginjak
remaja akan keluar dari kelompok one-male dan bergabung dengan kelompok
all-male. Hal itu dimungkinkan sebagai strategi bekantan untuk menghindari
terjadinya inbreeding. Bekantan juga dapat berenang dengan baik, kadang-kadang
terlihat berenang dari satu pulau ke pulau lain. Untuk menunjang kemampuan
berenangnya, pada sela-sela jari kaki bekantan terdapat selaputnya. Selain
mahir berenang bekantan juga bisa menyelam dalam beberapa detik, sehingga pada
hidungnya juga dilengkapi semacam katup. Bekantan merupakan maskot fauna provinsi Kalimantan Selatan. Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan dan penangkapan liar
yang terus berlanjut, serta sangat terbatasnya daerah dan populasi habitatnya,
bekantan dievaluasikan sebagai Terancam Punah di dalam IUCN
Red List. Spesies ini
didaftarkan dalam CITESAppendix
I.
Tidak ada catatan fosil. Pesut pertama kali
dideskripsikan oleh Sir Richard Owen tahun 1866 berdasarkan satu spesiemen yang
ditemukan tahun 1852, di pelabuhan Vishakhapatnum di pantai timur India. Pesut
adalah satalh satu spesies dari genus Orcaella. Kadang-kadang pesut
terdaftar dalam beragam famili yang terdiri dari ia sendiri dan pada Monodontidae dan dalam Delphinapteridae. Sekarang ada persetujuan bahwa pesut termasuk
famili Delphinidae. Secara genetis, pesut berhubungan dekat
dengan paus pembunuh. Nama spesies brevirostris berasal dari
bahasa Latin yang
berarti berparuh pendek. Tahun 2005, analisis genetik menunjukkan bahwa
lumba-lumba sirip pendek Australia merupakan spesies kedua dari genus Orcaella.
Seluruh tubuh berwarna kelabu hingga biru tua, bagian bawahnya berwarna lebih
pucat. Tidak ada pola yang khas. Sirip punggung kecil dan membulat di tengah
punggung. Dahinya tinggi dan membulat; tidak bermoncong. Sirip tangan lebar
membulat. Spesies di Kalimantan yang mirip adalah Porpoise tak
bersirip, Neophocaena phocaenoides, mirip tapi tidak punya sirip
punggung: lumba-lumba bungkuk, Sausa chinensis, lebih besar,
moncong lebih panjang dan sirip punggung lebih besar. Dalam berbagai
bahasa Orcaella brevirostris(nama
Latin) adalah: Inggris: Irrawaddy dolphin, Dialek lokal
Chilika: Baslnyya Magaratau Bhuasuni Magar (lumba-lumba
penghasil minyak), Oriya: Khem dan Khera,Perancis: Orcelle, Spanyol: Delfín del Irrawaddy, Jerman: Irrawadi Delphin, Burma:Labai, Indonesia: Pesut, Melayu: Lumbalumba, Khmer: Ph’sout, Lao: Pha’ka andFilipino: Lampasut. Dalam bahasa Thai, salah satu namanya adalah pía loma
hooa baht, karena kepalanya yang membundar dianggap menyerupai mangkuk
rahib Budhha,hooa baht. Penampilan pesut mirip dengan beluga, meski lebih berkerabat dengan orka. Spesies ini mempunyai melon (jaringan
berlemak dan berminyak di kepala). Moncongnya tidak khas. Sirip punggung yang
terletak dua pertiga posterior di punggung, pendek, tumpul, dan segitiga. Sirip
tangan panjang dan lebar. Secara keseluruhan ia berwarna cerah, namun lebih
putih di bawah tubuh daripada di punggung. Pesut dewasa beratnya lebih dari 130
kg dan panjangnya 2,3 m psaat dewasa. Panjang maksimum yang tercatat adalah
jantan 2,75 m dari Thailand.
Julang sulawesi (Aceros cassidix)
adalah spesies burung rangkong dalam familiBucerotidae. Burung ini endemik di Sulawesi. Di daerah Minahasa. burung ini dikenal dengan nama Burung
Taong. Burung ini memiliki
warna mencolok mata, dengan warna tubuh hitam, paruh kuning emas, dan warna
merah mencolok di atas paruhnya, ekor berwarna putih, warna biru di sekitar
mata, kaki kehitaman dan warna leher biru. Berukuran sangat besar (104 cm),
berekor putih dan paruh bertanduk. Jantan: tanduk merah tua; kepala, leher dan
dada bungalan merah-karat. Betina: kepala dan leher hitam, tanduk kuning lebih
kecil. Panjang tubuh dapat
mencapai 100 cm pada jantan, dan 88 cm pada betina. Julang Sulawesi memiliki
tanduk (casque) yang besar di atas paruh, berwarna merah pada jantan dan
kuning pada betina. Paruh berwarna kuning dan memiliki kantung biru pada
tenggorokan. Julang sulawesi menghuni hutan
primer dan hutan rawa.
Terkadang ditemukan di hutan sekunder yang tinggi dan petak hutan yang tersisa
dengan lahan pertanian yang luas. Terkadang pula mengunjungi hutan
bakau. Julang Sulawesi biasa
terbang di atas dan sekeliling tajuk dalam kelompok-kelompok kecil yang
terpisah, namun terkadang berkelompok sampai lima puluh individu atau lebih.
Ketika terbang sayapnya berbunyi berisik seperti mesin uap. Julang sulawesi
adalah spesies endemik di Pulau
Sulawesi dan beberapa pulau
satelit. Burung yng umum
dijumpai, menghuni hutan primer dan hutan rawa. Kadang di hutan sekunder yang
tinggi dan petak-petak hutan yang tersisa dalam lahan budidaya yang luas, juga
mengunjungi hutan mangrove. Dari permukaan laut sampai ketinggian 1100 m kadang
sampai 1800 m. Makanannya antara lain buuah-buahan, serangga, juga telur dan
anakan burung. Biasanya mencari makanan di tajuk atas pohon. Musim berbiak pada
Juni-September. Bersarang pada lubang/ceruk pohon yang besar. Selama mengerami
telur, betina tidak keluar dari sarang, makanan disediakan oleh jantan.
Biasanya hanya membesarkan satu ekor anakan.Sulawesi seperti Pulau
Lembeh, Kepulauan Togian,Pulau
Muna dan Pulau Butung.
Mandar dengkur (bahasa
Latin: Aramidopsis plateni) adalah burung endemikSulawesi dan merupakan fauna identitas provinsi Sulawesi
Barat. Burung ini rentan
terhadap kepunahan. Tinggi burung ini adalah 29 cm, paruhnya agak
panjang, muka dan bagian bawahnya berwarna abu-abu; tenggorokan keputih-putihan; sisi perut berpalang
hitam dan putih dan paruhnya berwarna kemerahan. Bunyi burung mandar dengkur adalah lebih
terdengar mendengkur tenang selama 1-2 detik, termasuk suara singkat wheez yang
diikuti cepat oleh suara dengkur ee-orrrr yang berlarut-larut, panjang, yang
dengan mudah bisa salah dikenali sebagai suara babi
liar. Juga suara napas yang
singkat dan redam. Hidup berpasangan atau berkelompok dalam jumlah kecil.
Sangat mencolok ketika terbang, dengan kepakan sayap yang cepat dan kuat
diselingi gerakan melayang serta saling meneriaki. Bila sedang bersuara dari
tempat bertengger, jambul ditegakkan lalu diturunkan. Jenis ini tertekan dengan
ledakan populasi yang mengejutkan selama 10-15 tahun terakhir, akibat
penangkapan yang berlebihan untuk perdagangan burung dalam sangkar, dan
sekarang langka akibat kegiatan ini. Menghuni hutan primer dan sekunder yang
tinggi dan tepi hutan; juga hutan monsun (Nusa Tenggara), hutan yang tinggi
bersemak, semak yang pohonnya jarang dan lahan budidaya yang pohonnya jarang.
Mandar dengkur adalah pemakan segala atauomnivora, akan tetapi burung ini lebih sering
memakan tumbuhan. Habitat mandar dengkur adalah hutan primer dan hutan sekunder
berpohon tinggi di dataran rendah hingga ketinggian 1300 m diatas permukaan
laut.
Anoa adalah hewan khas Sulawesi. Ada dua
spesies anoa yaitu: Anoa Pegunungan (Bubalus
quarlesi) dan Anoa Dataran
Rendah (Bubalus depressicornis). Keduanya tinggal dalam hutan yang tidak
dijamah manusia. Penampilan mereka mirip dengan kerbau dan memiliki berat 150-300 kg. Anak anoa
akan dilahirkan sekali setahun. Kedua spesies tersebut dapat ditemukan di Sulawesi, Indonesia. Sejak tahun 1960-an berada dalam status
terancam punah. Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari 5000 ekor yang masih
bertahan hidup. Anoa sering diburu untuk diambil kulitnya, tanduknya dan
dagingnya. Anoa Pegunungan juga dikenal dengan nama Mountain Anoa, Anoa de
Montana, Anoa de Quarle, Anoa des Montagnes, dan Quarle's Anoa. Sedangkan Anoa
Dataran Rendah juga dikenal dengan nama Lowland Anoa, Anoa de Ilanura, atau
Anoa des Plaines. Secara umum, anoa mempunyai warna kulit mirip kerbau,
tanduknya lurus ke belakang serta meruncing dan agak memipih. Hidupnya
berpindah-pindah tempat dan apabila menjumpai musuhnya anoa akan mempertahankan
diri dengan mencebur ke rawa-rawa atau apabila terpaksa akan melawan dengan
menggunakan tanduknya. Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis) sering
disebut sebagai Kerbau kecil, karena Anoa memang mirip kerbau, tetapi pendek
serta lebih kecil ukurannya, kira-kira sebesar kambing. Spesies bernama
latin Bubalus depressicornis ini disebut sebagai Lowland Anoa,
Anoa de Ilanura, atau Anoa des Plaines. Anoa yang menjadi fauna
identitas provinsi Sulawesi
tenggara ini lebih sulit ditemukan dibandingkan anoa pegunungan. Anoa dataran
rendah (Bubalus depressicornis) mempunyai ukuran tubuh yang relatif
lebih gemuk dibandingkan saudara dekatnya anoa pegunungan (Bubalus quarlesi).
Panjang tubuhnya sekitar 150 cm dengan tinggi sekitar 85 cm. Tanduk anoa
dataran rendah panjangnya 40 cm. Sedangkan berat tubuh anoa dataran rendah
mencapai 300 kg. Anoa dataran rendah dapat hidup hingga mencapai usia 30 tahun
yang matang secara seksual pada umur 2-3 tahun. Anoa betina melahirkan satu
bayi dalam setiap masa kehamilan. Masa kehamilannya sendiri sekitar 9-10 bulan.
Anak anoa akan mengikuti induknya hingga berusia dewasa meskipun telah disapih
saat umur 9-10 bulan. Sehingga tidak jarang satu induk terlihat bersama dengan
2 anak anoa yang berbeda usia. Anoa dataran rendah hidup dihabitat mulai dari
hutan pantai sampai dengan hutan dataran tinggi dengan ketinggian 1000 m diatas
permukaan laut. Anoa menyukai daerah hutan ditepi sungai atau danau mengingat
satwa langka yang dilindungi ini selain membutuhkan air untuk minum juga gemar
berendam ketika sinar matahari menyengat. Anoa pegunungan (Bubalus
quarlesi) sering disebut juga sebagai Mountain Anoa, Anoa de montagne,
Anoa de Quarle, Berganoa, dan Anoa de montaña. Dalam bahasa latin anoa
pegunungan disebut Bubalus quarlesi. Anoa pegunungan mempunyai
ukuran tubuh yang lebih ramping dibandingkan anoa datarn rendah. Panjang
tubuhnya sekitar 122-153 cm dengan tinggi sekitar 75 cm. Panjang tanduk anoa
pegunungan sekitar 27 cm dengan berat tubuh dewasa sekitar 150 kg. Anoa
pegunungan berusia antara 20-25 tahun yang matang secara seksual saat berusia
2-3 tahun. Seperti anoa dataran rendah, anoa ini hanya melahirkan satu bayi
dalam setiap masa kehamilan yang berkisar 9-10 bulan. Anak anoa akan mengikuti
induknya hingga berusia dewasa meskipun telah disapih saat umur 9-10 bulan.
Sehingga tidak jarang satu induk terlihat bersama dengan 2 anak anoa yang
berbeda usia. Anoa pegunungan berhabitat di hutan dataran tinggi hingga
mencapai ketinggian 3000 m diatas permukaan laut meskipun terkadang anoa jenis
ini terlihat turun ke pantai untuk mencari garam mineral yang diperlukan dalam
proses metabolismenya. Anoa pegunungan cenderung lebih aktif pada pagi hari,
dan beristirahat saat tengah hari. Anoa sering berlindung di bawah pohon-pohon
besar, di bawah batu menjorok, dan dalam ruang di bawah akar pohon atau
berkubang di lumpur dan kolam. Tanduk anoa digunakan untuk menyibak semak-semak
atau menggali tanah Benjolan permukaan depan tanduk digunakan untuk menunjukkan
dominasi, sedangkan pada saat perkelahian, bagian ujung yang tajam menusuk ke
atas digunakan dalam upaya untuk melukai lawan. Ketika bersemangat, anoa
pegunungan mengeluarkan suara “moo”. Populasi dan Konservasi. Anoa
semakin hari semakin langka dan sulit ditemukan. Bahkan dalam beberapa tahun
terakhir anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) yang menjadi
maskot provinsi Sulawesi Tenggara tidak pernah terlihat lagi. Karena itu sejak
tahun 1986, IUCN Redlist memasukkan kedua jenis anoa ini dalam status
konservasi “endangered” (Terancam Punah). Selain itu CITES juga memasukkan kedua satwa langka ini
dalam Apendiks I yang berarti tidak boleh diperjual belikan. Pemerintah Indonesia
juga memasukkan anoa sebagai salah satu satwa
yang dilindungi dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Beberapa daerah yang masih terdapat satwa langka yang dilindungi ini antaranya
adalah Cagar Alam Gunung Lambusango, Taman Nasional Lore-Lindu dan TN Rawa Aopa
Watumohai (beberapa pihak menduga sudah punah). Anoa sebenarnya tida mempunyai
musuh (predator) alami. Ancaman kepunahan satwa endemik Sulawesi ini lebih
disebabkan olehdeforestasi
hutan (pembukaan lahan
pertanian dan pemukiman) dan perburuan yang dilakukan manusia untuk mengambil
daging, kulit, dan tanduknya.
Maleo Senkawor atau Maleo, yang dalam
nama ilmiahnya Macrocephalon maleo adalah sejenis burung
gosong berukuran sedang,
dengan panjang sekitar 55 cm, dan merupakan satu-satunya burung di dalam genus tunggal Macrocephalon.
Yang unik dari maleo adalah, saat baru menetas anak burung maleo sudah bisa
terbang. Ukuran telur burung maleo beratnya 240 gram hingga 270 gram per
butirnya, ukuran rata-rata 11 cm, dan perbandingannya sekitar 5 hingga 8 kali
lipat dari ukuran telur ayam. Namun saat ini mulai terancam punah
karena habitat yang semakin sempit dan telur-telurnya yang diambil
oleh manusia. Diperkirakan jumlahnya kurang dari 10.000 ekor
saat ini. Burung ini memiliki bulu berwarna hitam, kulit sekitar mata berwarna
kuning, iris mata merah kecoklatan, kaki abu-abu, paruh jingga dan bulu sisi
bawah berwarna merah-muda keputihan. Di atas kepalanya terdapat tanduk atau
jambul keras berwarna hitam. Jantan dan betina serupa. Biasanya betina
berukuran lebih kecil dan berwarna lebih kelam dibanding burung jantan. Tidak
semua tempat di Sulawesi bisa ditemukan maleo. Sejauh ini, ladang peneluran
hanya ditemukan di daerah yang memliki sejarah geologi yang berhubungan dengan
lempeng pasifik atau Australasia. Populasi hewan endemikIndonesia ini hanya ditemukan di hutan tropis dataran rendah pulau Sulawesi khususnya daerah Sulawesi
Tengah, yakni di daerah Kabupaten
Sigi (Desa Pakuli dan sekitarnya) dan Kabupaten
Banggai. Populasi maleo
di Sulawesi mengalami penurunan sebesar 90% semenjak
tahun 1950-an. Berdasarkan pantauan di Tanjung Matop, Tolitoli,Sulawesi Tengah, jumlah populasi dari maleo terus berkurang dari tahun ke tahun
karena dikonsumsi dan juga telur-telur yang terus diburu oleh warga. Maleo
bersarang di daerah pasir yang terbuka, daerah sekitar pantai gunung berapi dan
daerah-daerah yang hangat dari panas bumi untuk menetaskan telurnya yang
berukuran besar, mencapai lima kali lebih besar dari telur ayam. Setelah
menetas, anak Maleo menggali jalan keluar dari dalam tanah dan bersembunyi ke
dalam hutan. Berbeda dengan anak unggas pada umumnya yang pada sayapnya masih
berupa bulu-bulu halus, kemampuan sayap pada anak maleo sudah seperti unggas
dewasa, sehingga ia bisa terbang, hal ini dikarenakan nutrisi yang terkandung
di dalam telur maleo lima kali lipat dari telur biasa, anak maleo harus mencari
makan sendiri dan menghindari hewan pemangsa, seperti ular,
kadal, kucing, babi hutan dan burung elang.
Ikan Bulalao (Liza dussumieri)
adalah spesies ikan berhabitat di air laut. Ikan ini mirip dengan ikan Belanak (Valamugil seheli) yang merupakan
kerabat satu familia, yaitu Mugilidae. Ikan ini berbentuk kecil
memanjang. Ikan Bulalao banyak ditemukan di kawasan Samudra
Pasifik. Alternatif kata bahasa
Inggris untuk ikan Bulalao adalahdussumier mullet.
Tangkasi atau yang bahasa ilmiahnya Tarsius
tarsier (Binatang Hantu/Kera Hantu/Monyet Hantu) adalah suatu
jenis primata kecil, memiliki tubuh berwarna coklat
kemerahan dengan warna kulit kelabu, bermata besar dengan telinga menghadap ke
depan dan memiliki bentuk yang lebar. Nama Tarsius diambil karena ciri fisik
tubuh mereka yang istimewa, yaitu tulang tarsal yang memanjang, yang membentuk
pergelangan kaki mereka sehingga mereka dapat melompat sejauh 3 meter (hampir
10 kaki) dari satu pohon ke pohon lainnya. Tarsius juga memiliki ekor panjang
yang tidak berbulu, kecuali pada bagian ujungnya. Setiap tangan dan kaki hewan
ini memiliki lima jari yang panjang. Jari-jari ini memiliki kuku, kecuali jari
kedua dan ketiga yang memiliki cakar yang digunakan untuk grooming.
Yang paling istimewa dari Tarsius adalah matanya yang besar. Ukuran matanya
lebih besar jika dibandingkan besar otaknya sendiri. Mata ini dapat digunakan
untuk melihat dengan tajam dalam kegelapan tetapi sebaliknya, hewan ini hampir
tidak bisa melihat pada siang hari. Kepala Tarsius dapat memutar hampir 180
derajat baik ke arah kanan maupun ke arah kiri, seperti burung hantu. Telinga
mereka juga dapat digerakkan untuk mendeteksi keberadaan mangsa. Tarsius adalah
makhluk nokturnal yang melakukan aktivitas pada malam hari dan tidur pada
siang hari. Oleh sebab itu Tarsius berburu pada malam hari. Mangsa mereka yang
paling utama adalah serangga seperti kecoa, jangkrik, dan kadang-kadang reptil
kecil, burung, dan kelelawar. Habitatnya adalah di hutan-hutan Sulawesi
Utara hinggaSulawesi
Selatan, juga di pulau-pulau
sekitar Sulawesi seperti Suwu, Selayar, danPeleng. Tarsius juga dapat ditemukan di Filipina. Di
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Sulawesi Selatan, Tarsius lebih dikenal
oleh masyarakat setempat dengan sebutan "balao cengke" atau
"tikus jongkok" jika diartikan kedalam Bahasa Indonesia. Tarsius
menghabiskan sebagian besar hidupnya di atas pohon. Hewan ini menandai pohon
daerah teritori mereka dengan urine. Tarsius berpindah tempat dengan cara melompat
dari pohon ke pohon. Hewan ini bahkan tidur dan melahirkan dengan terus
bergantung pada batang pohon. Tarsius tidak dapat berjalan di atas tanah,
mereka melompat ketika berada di tanah.
Burung Bidadari halmahera, Semioptera
wallacii adalah jenis cendrawasihberukuran sedang, sekitar 28 cm, berwarna cokelat-zaitun.
Cendrawasih ini merupakan satu-satunya anggota genus Semioptera.
Burung jantan bermahkota warna ungu dan ungu-pucat mengkilat dan warna
pelindung dadanya hijau zamrud. Cirinya yang paling mencolok adalah dua pasang
bulu putih yang panjang yang keluar menekuk dari sayapnya dan bulu itu dapat ditegakkan
atau diturunkan sesuai keinginan burung ini. Burung betinanya yang kurang
menarik berwarna cokelat zaitun dan berukuran lebih kecil serta punya ekor
lebih panjang dibandingkan burung jantan. George Robert Graydari Museum Inggris menamai jenis ini untuk menghormati Alfred Russel Wallace, seorang naturalis Inggris dan pengarang buku The Malay
Archipelago, orang Eropa pertama yang menemukan burung ini pada tahun 1858.
Burung Bidadari halmahera adalah burung endemik kepulauan Maluku dan merupakan jenis burung cenderawasih
sejati yang tersebar paling barat. Makanannya terdiri dari serangga, artropoda,
dan buah-buahan. Burung jantan bersifat poligami. Mereka berkumpul dan menampilkan tarian udara
yang indah, meluncur dengan sayapnya dan mengembangkan bulu pelindung dadanya
yang berwarna hijau mencolok sementara bulu putih panjangnya di punggungnya
dikibar-kibarkan. Karena umum ditemukan di rentang habitatnya yang terbatas,
burung Bidadari Halmahera dievaluasi beresiko rendah di dalam IUCN Red List dan
didaftarkan dalam CITES Appendix II.
Nuri-raja ambon (Alisterus amboinensis),
adalah burung nuri yang endemik yang ada di Pulau
Paleng, Maluku dan Papua
Barat di Indonesia. Terkadang, burung ini mengarah
sebagai Nuri-raja Ambon atau Nuri-raja Amboina, tetapi
sebutan-sebutan tersebut bersifat menyesatkan, karena burung ini juga ditemukan
di banyai pulau lainnya selain terdapat di Ambon. Burung Nuri Raja Ambon sering disebut Nuri
Raja saja. Hewan ini dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Moluccan
King-parrot, Ambon King Parrot, atau Amboina King
Parrot. Sedangkan dalam bahasa latin burng endemik Maluku ini disebut Alisterus
amboinensis. Nuri Raja atau Amboina King Parrot (Alisterus
amboinensis) merupakan satu dari 3 anggota King Parrot (Genus: Alisterus)
selain Nuri Raja Papua atau Papuan King Parrot (Alisterus
chloropterus) dan Nuri Raja Australia atau Australian King Parrot (Alisterus
scapularis). Penampilan jantan dan betina kelihatan sama, dengan kepala dan
bagian atas badan yang didominasi dengan warna merah, sayap hijau (biru pada
satu subspesies), dan punggung dan ekor biru. Enam subspesies diakui, tetapi
hanya beberapa ini yang biasa pada avikultur. Di alam liar, burung ini mendiami hutan
hujan dan memakan buah-buahan, biji-bijian dan kuncup. Ukuran mereka 35 cm. Ekornya panjang dan lebar. Kepala dan tubuh bagian bawah berwarna
merah. Sayap mereka berwarna seluruhnya hijau gelap.
Jantan dan betina mirip. Burung yang masih muda: terdapat mantel hijau, dan
lingkar mata berwarna putih.Suara nuri-raja ambon mirip dengan suara
panggilan Nuri-raja Sayap-kuning. Dapat ditemukan sampai ketinggian 1200 m.
Berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bertengger pada tajuk yang rimbun.
Memakan buah-buahan termasuk buah Lithocarpus dan buah-buahan keras lainnya.
Cendrawasih merah atau dalam nama
ilmiahnya Paradisaea rubra adalah sejenis burung
pengicau berukuran sedang,
dengan panjang sekitar 33 cm, dari margaParadisaea. Burung ini berwarna kuning dan coklat, dan
berparuh kuning. Burung jantan dewasa berukuran sekitar 72 cm yang termasuk
bulu-bulu hiasan berwarna merah darah dengan ujung berwarna putih pada bagian
sisi perutnya, bulu muka berwarna hijauzamrud gelap dan diekornya terdapat dua buah tali
yang panjang berbentuk pilin ganda berwarna hitam. Burung betina berukuran
lebih kecil dari burung jantan, dengan muka berwarna coklat tua dan tidak punya
bulu-bulu hiasan. Endemik Indonesia, Cendrawasih merah hanya ditemukan di hutan
dataran rendah pada pulau Waigeo dan Batanta di kabupaten Raja
Ampat, provinsi Irian
Jaya Barat. Cendrawasih merah
adalah poligamispesies. Burung jantan memikat pasangan dengan ritual tarian yang
memamerkan bulu-bulu hiasannya. Setelah kopulasi, burung jantan meninggalkan
betina dan mulai mencari pasangan yang lain. Burung betina menetaskan dan
mengasuh anak burung sendiri. Pakan burung Cendrawasih Merah terdiri dari
buah-buahan dan aneka serangga.Beberapa jenis cendrawasih yang dapat ditemui di Indonesia, yakni
cendrawasih gagak (Lycocorax pyrrhopterus), cendrawasih panji (Pteridophora
alberti), cendrawasih kerah (Lophorina superba), cendrawasih paruh-sabit
kurikuri (Epimachus fastuosus), cendrawasih botak (Cicinnurus respublica),
cendrawasih raja (Cicinnurus regius), cendrawasih belah rotan (Cicinnurus
magnificus), cendrawasih bidadari halmahera (Semioptera wallacii), cendrawasih
mati kawat (Seleucidis melanoleuca), cendrawasih kuning kecil (Paradisaea
minor), cendrawasih kuning besar (Paradisaea apoda), cendrawasih raggiana
(Paradisaea raggiana), cendrawasih merah (Paradisaea rubra). Cendrawasih merah
bersifat poligami spesies. Burung jantan akan memikat pasangannya dengan ritual
tarian dengan memamerkan bulu-bulu hiasannya. Musim kawin burung cendrawasih
merah terjadi pada bulan Mei hingga Agustus. Saat musim kawin, paling banyak
3-4 jantan akan memperebutkan satu betina. Padahal, di waktu normal 1-2 jantan
hanya memperebutkan satu betina. Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan yang terus berlanjut,
serta populasi dan daerah dimana burung ini ditemukan sangat terbatas,
Cendrawasih Merah dievaluasikan sebagai beresiko hampir terancam di dalam IUCN
Red List. Burung ini didaftarkan
dalam CITES Appendix II.
Cenderawasih 12 kawat (Cenderawasih
mati-kawat) atau dalam nama ilmiahnyaSeleucidis melanoleucus adalah
sejenis burung pengicau berukuran sedang, dengan panjang sekitar 33 cm, dari genus
tunggal Seleucidis. Burung cendrawasih 12 kawat adalah burung yang
sangat mempesona. Tidak heran kalau dijuluki burung dewata, burung yang seindah
burung surga. Burung ini mempunyai nilai budaya yang tinggi, karena selalu
digunakan dalam upacara-upacara adat. Burung jantan dewasa mempunyai bulu
berwarna hitam mengilap, pada bagian sisi perutnya dihiasi bulu-bulu berwarna
kuning dan duabelas kawat berwarna hitam. Burung ini berparuh panjang lancip
berwarna hitam dengan iris mata berwarna merah. Burung betina berwarna coklat,
berukuran lebih kecil dari burung jantan dan tanpa dihiasi bulu-bulu berwarna
kuning ataupun keduabelas kawat di sisi perutnya. Cenderawasih 12 kawat
ditemukan di hutan dataran rendah pada pulau
Irian. Seperti kebanyakan
spesies burung lainnya di sukuParadisaeidae, Cenderawasih Mati-kawat adalah poligami spesies. Habitatnya adalah hutan hujan
dataran rendah dekat pesisir dan hutan sepanjang sungai-sungai di dataran
rendah, terutama di hutan sagu dan pandanus. Pada umumnya hidup di dalam hutan
pamah di Irian Jaya. Pada waktu tidak terbang, burung-burung ini bertengger
pada dahan pepohonan. Penyebaran burung ini adalah di Salawati, Irian dan Papua
New Guinea. Burung jantan memikat pasangan dengan menggunakan keduabelas kawat pada
ritual tariannya. Setelah kopulasi, burung jantan meninggalkan betina dan mulai
mencari pasangan yang lain. Burung betina menetaskan dan mengasuh anak burung
sendiri. Pakan burung Cenderawasih Mati-kawat terdiri dari buah-buahan dan
anekaserangga. Spesies ini mempunyai daerah sebaran yang luas
dan sering ditemukan di habitatnya. Cenderawasih Mati-kawat dievaluasikan
sebagai Beresiko Rendah di dalamIUCN
Red List dan didaftarkan
dalam CITES Appendix II.
Comments
Post a Comment